Jumat, 09 Juli 2010

Asal Usul kota TUBAN

Pada jaman dahulu kala sebelum ada desa Tuban, sudah ada desa Bogor kerep ( sekarang desa gedongombo ). Pada waktu itu ada seorang kakek yang bernama Mbah Tubani datang ke Desa Bogor Kerep. Mbah Tubani berasal dari Brang kulon ( jawa tengah ) ujung utara. Mbah Tubani diterima dengan senang hati oleh masyarakat Desa Bogor Kerep. Pada suatu hari Mbah Tubani mencari – cari tanah yang subur untuk bercocok tanam. Karena Desa Bogor Kerep banyak bebatuan, maka Mbah Tubani mencari tanah yang subur untuk bercocok tanam, tidak lama kemudian Mbah Tubani menemukan lahan yang diperkirakan cocok untuk bercocok tanam. Pada saat itu Mbah Tubani mengajak masyarakat Desa Bogor Kerep untuk menebang hutan. Teryata lahan tersebut sangat subur, akhirnya lahan tersebut diberi nama tegal ngabar diambil dari bahasa jawanya ( ngajak bareng – bareng ). Suatu ketika masyarakat Desa Bogor Kerep berunding mengangkat Mbah Tubani sebagai pemimpin Desa Bogor Kerep. Karena beliau sangat bijaksana. Dikemudian hari Mbah Tubani mengajak masyarakat membuat sumber di sekitar ladang pertanian tersebut. Setelah menemukan sumber air tersebut Mbah Tubani segera mengumpulkan orang – orang untuk diajak menggali. Galian itu hampir kurang lebih 10 m, tiba – tiba segumpal batu jatuh kedalam. Mbah Tubani menelusuri gumpalan batu yang masuk ke dalam tersebut. Ternyata didalam ada lubang, dan didalam lubang tersebut ada airnya. Sumber tersebut sangat aneh karena bentuk sungai itu seperti perempatan jalan yang menuju 4 arah, yaitu :

1. ke utara menuju ke laut ( pantai boom )

2. ke selatan menuju ke mbeti tembus goa ngerong ( rengel )

3. ke barat menuju srunggo – merakurak

4. ke timur menuju ke gunung sorowiti di ujung pangkah

Yang ke arah laut airnya tetap tawar dan tidak asin.

Karena rencana membuat sumur tersebut gagal, oleh Mbah Tubani sumur tersebut dinamakan gua ngabar ( sekarang gua akbar ). Tidak lama kemudian ada seorang nenek yang mencari Mbah Tubani di Desa Bogor Kerep. Yang bernama Mbok Rondho Kutho. Pada saat itu Mbah Tubani sedang menebang hutan pandan untuk membuat sendhang mongso. Jadi Mbok Rondho Kutho sampai lelah tidak ketemu di bilang mondar – mandir ( wira – wiri ). Tak lama kemudian Mbah Tubani bertemu Mbok Rondho Kutho di lokasi hutan pandan. Saat itu Mbok Rondho Kutho masih merasa lelah setelah bertemu Mbah Tubani karena mencari Mbah Tubani tidak ketemu. Maka Mbok Rondho Kutho meminta masyarakat Bogor Kerep beserta Mbah Tubani sekalian bahwa Desa Bogor Kerep supaya di ganti nama menjadi Desa Wire ( sekarang di wilayah Desa Gedongombo ). Permintaan Mbok Rondho Kutho tersebut di terima masyarakat. Pada saat itu Mbok Rondho Kutho di buatkan pesanggrahan didekat sendhang mongso dengan adiknya Mbak Kutho ( sekarang gang sadar kel.Sidomulyo ). Tak lama kemudian Mbah Tubani meninggal. Dimakamkan didekat sendhang mongso dam untuk menghormati Mbah Tubani maka Desa Bogor Kerep diubah menjadi Desa Tuban. Mbok Rondho Kutho diangkat masyarakat Desa Tuban menjadi pengganti Mbah Tubani. Suatu hari Mbok Rondho Kutho kedatangan satria dan para kerabatnya. Satria tersebut bernama HarioD Wacono. Putra Prabu Syailendra dari kerajaan mataram kuno. Tujuanya membantu membimbimg masyarakat Desa Tuban khususnya, memperluas wilayah Tuban.

Tak lama kemudian Mbok Rondho Kutho memberi perintah kepada Hario Dandhang Wacono untuk menebang hutan bagian selatan. Kemudian Hario Dandhang Wacono membuat pesanggrahan yang dinamakan sekar pethak di Desa Jarum sebelah timur. Dan membangun pesanggrahan yang dinamakan balai pesanggrahan untuk berkumpul masyarakat ( sekarang ada di Desa Perunggahan,kec.Semanding ). Pada saat itu para kerabatnya disuruh membuat sumur yang arahnya ke timur dan setelah menemukan sumber air, di gali ternyata airnya rasanya pahit. Kemudian dinamakan sumur pahit ( sekarang masih ada di Desa Penambangan kec. Semanding ). Lantas Hario Dandhang Wacono memerintah pindah penggalian ke arah barat. Disitulah para kerabatnya menemukan sumber air terang, kemudian digali bak air terang tersebut. Ternyata setelah digali sumbernya sangat luas seperti sendhang. Ada satu kerabat yang senang dengan munculnya sumber air tersebut hingga ingin masuk ke dalam sendhang tersebut. Kemudian setelah masuk orang itu hilang tanpa jejak dan akhirnya sendhang tersebut diberi nama sendhang mbeti. Karena menurut bahasa jawa diambil dari artinya yaitu “ kembet sampek mati ( mbeti )”. Tidak lama kemudian Hario Dandhang Wacono kedatangan seorang kakek ( resi ). Kakek tersebut membawa amanah dari Prabu Mataram Syailendra ( mataram kuno ). Yang perlu diberikan kepada Hario Dandhang Wacono, yang isinya Hario Dandhang Wacono diangkat menjadi adipati Tuban untuk memperluas wilayah mataram Syailendra ( mataram kuno ). Dan diberi tugas yaitu batas – batas yang telah ditentukan oleh prabu syailendra :

1. batas sebelah selatan – Ngawi sampai mojokerto

2. batas sebelah timur – gresik

3. batas sebelah utara – tuban

4. batas sebelah barat – lasem

oleh prabu syailendra adipati hario dandhang wacono diberi tambahan nama menjadi ki ageng papringan.

Kemudian adipati hario dandhang wacono mengundang sesepuh tuban khususnya mbok rondho kutho dan masyarakat tuban. Bahwa desa tuban ini dijadikan kota tuban dan diresmikan oleh mbok rondho kutho sebagai sesepuh desa tuban. Pada zaman dahulu adipati tuban masih menguasai 3 wilayah yaitu tuban,bojonegoro dan lamongan. Pada tahun 1892adipati tuban dirubah belanda menjadi kabupaten, bojonegoro menjadi karesidenan dan lamongan menjadi kabupaten.

Yang menjadi adipati tuban dari 1 sampai 33 dan mulai nomor 34 sudah nama bupati :

Nama Bupati


Tahun pemerintahan


Tempat di semayamkan

1. Hario Dandhang Wacono ( Ki Ageng Papringan )

2. Hario Ronggolawe

3. Hario Sirolawe

4. Hario Siro Wenang

5. Hario Leno

6. Raden Ario Panular

7. Ario Jejo ( penganut islam pertama di Tuban )

8. R.T wilotikto

9. Kyai Ageng Ngrasehi

10. Kyai Ageng Gegilang

11. Kyai Ageng Boto Bang

12. Kyai Ageng Hario Balawet

13. Pangeran Sekar Tanjung

14. Pangeran Nggangsar

15. Pangeran Ario Damalat

16. Pangeran Lalawe

17. Pangeran Dalem

18. Pangeran Pojok ( srinan pojok )

19. Syeh Maulana Jogopati

20. Pangeran Sujoko Puro

21. Ario Balabar

22. Pangeran Sujono Puro ( putra bupati mojokerto )

23. Pangeran Joyonegoro

24. R. Ario Diningrat

25. R. Ario Dwipasono

26. Kyai Tumenggung Dwipasono ( Kyai reksonegoro )

27. Kyai Purwonegoro

28. Kyai Lueber

29. R. Suryo Diwijoyo ( R.T Tumenggung Suryo Negoro )

30. Citro Sumo ke 6

31. Kanjeng Pangeran Citro Sumo ke 7

32. R. Citro sumo ke 8

33. R. Citro ke 9

34. R.M.T Sumo Broto

35. R.A.A Kusuma Digdo

36. R.T Pringgowinoto

37. R.T Pringgodigdo ( kusuma diningrat )

38. R.M Kusuma Broto

39. Sudiman

40. R.H Mustain

41. R. Sundaru

42. R. Istomo

43. M. Widagdo

44. R. Suparmo

45. R.H Irchamni

46. H.M Masduki

47. Surati Nursam

48. Drs. Juaeri Martoprawiro

49. Drs. Syukur Utomo

50. Kol. H.Hindarto

51. Dra. Hj Haeny Relawati Rini Widiastuti Msi

52. Dra. Hj Haeny Relawati Rini Widiastuti Msi


Belum diketahui

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

( 1927 – 1944 )

( 1944 – 1946 )

( 1946 – 1956 )

( 1956 –1958 )

( 1958 – 1960

( 1960 – 1968 )

( 1968 – 1970 )

( 1970 – 1975 )

( 1975 – 1980 )

( 1980 – 1985 )

( 1985 – 1990 )

( 1990 – 1995 )

( 1995 – 2000 )

( 2000 – 2005 )

( 2005 - ……. )



Makam istana ronggolawe

Makam istana ronggolawe

Makam istana ronggolawe

Makam istana ronggolawe

Makam istana ronggolawe

Makam istana ronggolawe

Makam istana ronggolawe

Makam istana bonang

Makam istana bonang

Makam istana bonang

Makam istana bonang

Makam istana bonang

Makam sunan bonang

Makam sunan bonang

Makam sunan bonang

Makam sunan bonang

Makam Bojonegoro

Makam sebelah selatan alun-alun kab.Blora

Makam agung

-

Makam Istana Ronggolawe

Makam Desa Mboto

Makam giri

-

Makam Sedayu Desa Singkul

Makam Desa Dagangan

Makam Demak

Makam Bojonegoro

Makam Bojonegoro

Makam Jepara

Makam Bejagung

Makam Bajagung

Makam Bejagung

Makam Istana Bonang

Makam Pati Desa Kebonsari

Makam Pati Desa Kebonsari

Makam Bejagung

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

SITUS GOSARI-UJUNG PANGKAH-GRESIK

SITUS GOSARI-UJUNG PANGKAH-GRESIK



Situs Gosari terletak di Desa Gosari, Kecamatan Ujung Pangkah, Kabupaten Gresik. Ditemukannya situs Gosari berawal dari informasi yang diperoleh Puslitbang Arkenas, Jakarta mengenai adanya tulisan pada batu dinding gunung kapur. Dalam peninjauan selanjutnya sebuah tim peneliti tidak hanya menemukan tulisan dimaksud, tapi juga menemukan sebuah lokasi yang padat dengan pecahan tembikar. Situs ini dimungkinkan sebagai tempat produksi gerabah. Situs ini teungkap ketika penduduk Desa Gosari bermaksud untuk menggunakan tempat ini sebagai lapangan sepak bola. Bahkan perataan lahan sudah dilakukan dengan alat berat.

Di situs ini ditemukan rangka manusia, tembikar, keramik, dan mata uang yang diketahui berasal dari abad ke-12 sampai 14 M. Jenis tembikar yang dikenali antara lain kendi bercerat (biasanya disebut kendi zaman Majapahit), botol mercury, celengan, teko, periuk, dan cawan. adapun jenis keramik yang ditemukan kebanyakan berasal dari Cina masa Dinasti Song abad ke-12-13 M, Yuan abad ke-13-14 M, dan Ming-Qing abad ke-15-18 M. Juga ditemukan keramik dari abad ke-14 sampai 20-an dari Cina, Thailand, Vietnam, dan Belanda.

Apabila dilihat dari jumlah dan kualitas keramik menunjukkan bahwa keberadaan barang-barang ini sebagai perabot harian tentunya juga berhubungan dengan jaringan perdagangan pada masa itu.

Dari penggalian penduduk ditemukan juga kepeng (uang) Cina berlubang segi empat dibagian tengah, dimungkinkan berasal dari Dinasti Song abad ke-12 M. kepeng ini ditemukan utuh. Kepeng-kepeng ini ada yang saling menempel pada saat ditemukan. Selain itu juga ditemukan benda-benda lainnya berupa sisa kerang mungkin sisa bekas makanan, tulang kerbau dan gigi.

ujung pangkah dan hilangnya suaka burung

ujung pangkah dan hilangnya suaka burung

img-2156 minggu kemarin, rencana survei untuk cari tempat kemah bagi anggota penggalang gudep surabaya 1815-1816 pangkalan smp wijaya putra surabaya jadi juga dilaksanakan. sore itu kurang lebih jam 2 datang dua temanku didik dan janggan dengan mobil bututnya. ga usah mampir langsung tancap gas, tujuan pertama yang memang sudah lama digadang-gadang bisa dipake kemah ke waduk ngipik di kawasan industri gresik. lokasi ini memang cukup startegis untuk kemah jaman sekarang, selain ditengah kota, bayangan kami tempatnya cukup representatif untuk kemah, dekat pasar, ada arena bermain, ada arena mancing, olahraga air dan lain sebagainya.

sampai di ngipik kurang lebih jam 3 an langsung parkir dan liat-liat situasi, pohon-pohon yang rindang disebelah kanan kini jadi warung2, ada jalan setapak yang agak luas sangat cocok untuk lokasi kemah tapi panasnya bukan main, di area waduk memang cukup rindang tapi tidak mencukupi untuk 100 anak selain itu cukup rame dengan orang pacaran. setelah konsultasi dengan petugas loket, kami putuskan untuk tidak memakai tempat ini dan cukup kita tahu nomor telepon yang bisa dihubungi barangkali sewaktu-waktu kalo kita bawa 15-25 orang kesini, masih memungkinkan.

perjalanan dilanjutkan ke tujuan kedua yang direncanakan ke pantai pasir putih dalegan kecamatan panceng tapi kemudian kami berubah pikiran untuk langsung menuju tujuan terakhir… suaka burung ujung pangkah. butuh waktu 45 menit untuk mencapai sebuah desa di ujung utara kabupaten gresik ini. sampe disana hampir maghrib jadi terpaksa ga bisa nyebrang ke suaka cukup liat dari kejauhan lokasi yang dulu cukup rindang dengan mangroovenya. karena gelap mulai menyelimuti daerah ini kami pun hanya dapat cerita dan tanya jawab dengan penduduk sekitar dan juga satu teman kami yang rumahnya tepat didepan penambangan /penyebrangan ke suaka. banyak informasi tentang lokasi perkemahan tapi tidak banyak informasi tentang kondisi suaka burung saat ini, karena memang terbatasnya waktu untuk segera pulang.

esok paginya saya langsung browsing dan cari tahu tentang suaka burung ini di internet dan salah satu yang menarik adalah artikelnya digilib | ampl, berikut artikelnya yang dimuat kompas edisi 7 juli 2007:

muara bengawan solo pun menangis…

menyusuri muara bengawan solo di ujung pangkah, gresik, jawa timur, adalah menyusuri keprihatinan. rerimbunan bakau tumbuh jarang. puluhan hingga ratusan hektar tambak udang dan bandeng, yang mengonversi hutan bakau, menunggu waktu ditelan gelombang selat madura.
wilayah yang dulu pernah menjadi suaka burung itu pun kini sepi dari kicauan.
ujung pangkah dulu kaya ikan dan hasil laut. perlahan, tetapi pasti, degradasi mengubahnya menjadi miskin. nelayan mengeluhkan minimnya tangkapan. tidak hanya jumlah, kualitas pun menurun.
era kejayaan tambak udang windu merupakan kisah lalu. sejak lima tahun terakhir, cerita berganti dengan datangnya penyakit bintik putih yang mengurangi produktivitas tambak. tak pelak, sebagian besar petambak beralih membudidayakan bandeng yang lebih tahan dari penyakit.
lima tahun berselang, penyakit bintik putih tetap misteri yang belum terpecahkan. pada saat yang sama, keberlangsungan jasa lingkungan penyangga kehidupan terus merosot. padahal, ujung pangkah telanjur dikenal sebagai penghasil komoditas laut pemasok pasar jawa timur.
data dinas kehutanan dan perikanan kabupaten gresik tahun 2002 menyebutkan, seluas 250 hektar kawasan pesisir mengalami abrasi. menurut staf yayasan bina alam indonesia yang meneliti pesisir ujung pangkah, edi purwanto, apabila tegakan bakau di ujung pangkah dikumpulkan di satu tempat, luasnya hanya sekitar lima hektar saja.
fakta vegetasi hutan bakau saat ini berbanding terbalik dengan fungsinya yang luar biasa. hutan bakau merupakan penyokong utama kehidupan dan perkembangbiakan biota laut. lingkungan sekitar hutan bakau kaya nutrisi dari serasah daun yang terdekomposisi oleh pasang surut air laut dan panas terik matahari.
ekosistem bakau yang menjadi tempat pemijahan berbagai jenis ikan dan biota laut, seperti kepiting dan udang, juga menjadi tempat tinggal ideal berbagai jenis burung. itulah salah satu penjelasan kenapa kerusakan hutan bakau berimbas besar pada kehidupan makhluk lain.
direktur lembaga kajian dan konservasi lahan basah prigi arisandi menambahkan, saat ini beberapa jenis burung sudah tidak dijumpai di ujung pangkah. beberapa jenis unggas yang kini telah punah dari habitat tersebut, antara lain, adalah jenis ibis sendok raja (platalea regia), ibis cucuk besi (threskiornis melanocephalus), dan bangau bluwok (mycteria cinerea).
sebagai catatan, ekosistem bakau ujung pangkah menjadi langganan persinggahan rombongan burung migran setiap tahunnya. total populasi burung mencapai 76 jenis, dengan 26 jenis di antaranya burung migran.
selain fungsi ekologinya sebagai habitat burung, sabuk hijau bakau pun potensial mencegah abrasi dan gelombang pasang laut yang tinggi. akar-akar bakau mampu mencegah intrusi air laut ke arah daratan yang berpotensi mengganggu suplai air bersih, seperti yang kini dialami penduduk ujung pangkah.
bahkan, bakau mampu mengurangi percepatan pemanasan global akibat efek gas rumah kaca (grk) dengan menyerap unsur polusi karbon dioksida (co>sub<2>res<>res<). para ahli menengarai co>sub<2>res<>res< sebagai salah satu unsur utama pembentuk grk di atmosfer.
grk merupakan penyebab terjadinya pemanasan global dan perubahan iklim, yang salah satunya meningkatkan suhu bumi. dampak ikutannya, permukaan air laut naik setiap tahun akibat pencairan bongkahan es di kutub.
penghutanan kawasan pesisir dengan penanaman bakau pun direkomendasikan dunia internasional sebagai salah satu bentuk adaptasi atas perubahan iklim. langkah itu penting karena perubahan iklim dan pemanasan global menyebabkan gejala cuaca ekstrem, seperti meningkatnya badai dan gelombang pasang.
kenyataannya, rerimbunan bakau jarang ditemukan di sekitar tambak. sejauh ini, tren di kawasan pesisir ujung pangkah adalah berkurangnya vegetasi bakau. tak heran, setiap tahun gelombang selat madura menelan tambak warga yang terus mengarah ke darat tanpa penahan gelombang.
menurut nelayan asli ujung pangkah, muh haris (40), di wilayah itu dulu pernah terdapat semacam suaka burung. ikan dan hasil laut berlimpah ruah. digambarkannya, menangkap ikan cukup dengan sapuan ikatan lidi di air.
namun, bencana itu perlahan tiba. setelah hutan bakau rusak, surga burung tinggal kenangan. hasil laut yang diperoleh pun merosot drastis.
pohon-pohon bakau pun banyak ditebang para petambak dan dijual sebagai kayu bakar. kondisi itu dipicu ledakan (booming) usaha udang windu yang harga per kilogramnya mencapai ratusan ribu rupiah. keuntungan yang menggiurkan, hingga mengabaikan keberlanjutan sosial dan ekonomis dari ekosistem bakau.
pukat-pukat harimau (trawl) pun terus digunakan hingga merusak bakau dan terumbu karang. ikan-ikan kecil terus terjaring dan otomatis benih ikan pun terkurangi. seakan itu semua belum cukup. penggunaan garit untuk menyerok berbagai jenis kerang di dasar pesisir menghancurkan bakau-bakau kecil (telanakan) yang beranjak tumbuh.
kerusakan tersebut patut disayangkan. kawasan ujung pangkah pada tahun 1998 telah ditetapkan direktorat jenderal perlindungan hutan dan konservasi alam (phka) sebagai salah satu dari 11 wilayah lahan basah terpenting di utara jawa.
“pemerintah daerah masih kurang mengantisipasi kerusakan yang terjadi. pemantauan dan pencatatan jenis-jenis makhluk hidup yang hidup dan berkembang biak di ujung pangkah juga sangat kurang. akibatnya, punahnya makhluk hidup di ujung pangkah tak terpantau,” ujar prigi.
edi purwanto berharap ada sistem informasi yang diciptakan pemerintah dan masyarakat untuk penanganan hutan bakau. dengan demikian, makna penting hutan bakau untuk perolehan hasil laut dan kelestarian dapat dipahami.
upaya tersebut dinilai tidak terlalu berat. hanya soal semangat dan niat karena tidak semua nelayan tidak memahami makna penting hutan bakau. nelayan asli ujung pangkah, misalnya, mengetahui ekosistem bakau adalah tempat pemijahan berbagai jenis ikan, udang, dan kepiting.
pemahaman tersebut menggiring mereka membuat kesepakatan melarang penggunaan pukat harimau sejak tahun 1997. mereka gundah dengan polah tingkah nelayan luar ujung pangkah, yang mereka sebut nelayan asal daerah weru, lamongan, yang menggunakan pukat harimau.
sayangnya, kesepakatan tersebut tak lama kemudian dilanggar. akibatnya, hingga kini kerap terjadi bentrokan antara nelayan ujung pangkah dan nelayan lain yang menentang penggunaan pukat harimau dengan nelayan-nelayan asal weru.
jumlah nelayan asal weru diperkirakan mencapai ribuan orang. menurut penuturan warga, bentrok antarnelayan terakhir terjadi awal bulan juni 2007. lagi-lagi soal pelanggaran kesepakatan.
para nelayan ujung pangkah atau nelayan lain yang sejalan dengan sikap mereka, ketika ditemui, menyatakan tak tahu sampai kapan potensi bentrokan mereda. yang umum terjadi, selama jaring atau alat tangkap mereka tak terganggu pukat harimau, bentrokan kemungkinan kecil terjadi.
sedari dulu hingga kini, muara bengawan solo di ujung pangkah merupakan gantungan hidup banyak nelayan. akan tetapi, pada saat yang bersamaan, kondisinya terus terdegradasi tanpa adanya upaya terobosan untuk memperbaiki.
apabila tetap seperti sekarang, tanpa tindakan apa pun dari pemerintah, kehancuran adalah keseharian hingga segalanya akan terlambat. nina susilo dan gesit ariyanto

gambar-gambar tentang suaka diabadikan oleh mas Herry di Multiply.com, bisa dilihat disini ato klik gambar ini

suaka1

Rabu, 07 Juli 2010

Legenda Candi Prambanan

Legenda Candi Prambanan

Alkisah, pada dahulu kala terdapat sebuah kerajaan besar yang bernama Prambanan. Rakyatnya hidup tenteran dan damai. Tetapi, apa yang terjadi kemudian? Kerajaan Prambanan diserang dan dijajah oleh negeri Pengging. Ketentraman Kerajaan Prambanan menjadi terusik. Para tentara tidak mampu menghadapi serangan pasukan Pengging. Akhirnya, kerajaan Prambanan dikuasai oleh Pengging, dan dipimpin oleh Bandung Bondowoso.

Bandung Bondowoso seorang yang suka memerintah dengan kejam. “Siapapun yang tidak menuruti perintahku, akan dijatuhi hukuman berat!”, ujar Bandung Bondowoso pada rakyatnya. Bandung Bondowoso adalah seorang yang sakti dan mempunyai pasukan jin. Tidak berapa lama berkuasa, Bandung Bondowoso suka mengamati gerak-gerik Loro Jonggrang, putri Raja Prambanan yang cantik jelita. “Cantik nian putri itu. Aku ingin dia menjadi permaisuriku,” pikir Bandung Bondowoso.

Esok harinya, Bondowoso mendekati Loro Jonggrang. “Kamu cantik sekali, maukah kau menjadi permaisuriku ?”, Tanya Bandung Bondowoso kepada Loro Jonggrang. Loro Jonggrang tersentak, mendengar pertanyaan Bondowoso. “Laki-laki ini lancang sekali, belum kenal denganku langsung menginginkanku menjadi permaisurinya”, ujar Loro Jongrang dalam hati. “Apa yang harus aku lakukan ?”. Loro Jonggrang menjadi kebingungan. Pikirannya berputar-putar. Jika ia menolak, maka Bandung Bondowoso akan marah besar dan membahayakan keluarganya serta rakyat Prambanan. Untuk mengiyakannya pun tidak mungkin, karena Loro Jonggrang memang tidak suka dengan Bandung Bondowoso.

“Bagaimana, Loro Jonggrang ?” desak Bondowoso. Akhirnya Loro Jonggrang mendapatkan ide. “Saya bersedia menjadi istri Tuan, tetapi ada syaratnya,” Katanya. “Apa syaratnya? Ingin harta yang berlimpah? Atau Istana yang megah?”. “Bukan itu, tuanku, kata Loro Jonggrang. Saya minta dibuatkan candi, jumlahnya harus seribu buah. “Seribu buah?” teriak Bondowoso. “Ya, dan candi itu harus selesai dalam waktu semalam.” Bandung Bondowoso menatap Loro Jonggrang, bibirnya bergetar menahan amarah. Sejak saat itu Bandung Bondowoso berpikir bagaimana caranya membuat 1000 candi. Akhirnya ia bertanya kepada penasehatnya. “Saya percaya tuanku bias membuat candi tersebut dengan bantuan Jin!”, kata penasehat. “Ya, benar juga usulmu, siapkan peralatan yang kubutuhkan!”

Setelah perlengkapan di siapkan. Bandung Bondowoso berdiri di depan altar batu. Kedua lengannya dibentangkan lebar-lebar. “Pasukan jin, Bantulah aku!” teriaknya dengan suara menggelegar. Tak lama kemudian, langit menjadi gelap. Angin menderu-deru. Sesaat kemudian, pasukan jin sudah mengerumuni Bandung Bondowoso. “Apa yang harus kami lakukan Tuan ?”, tanya pemimpin jin. “Bantu aku membangun seribu candi,” pinta Bandung Bondowoso. Para jin segera bergerak ke sana kemari, melaksanakan tugas masing-masing. Dalam waktu singkat bangunan candi sudah tersusun hampir mencapai seribu buah.

Sementara itu, diam-diam Loro Jonggrang mengamati dari kejauhan. Ia cemas, mengetahui Bondowoso dibantu oleh pasukan jin. “Wah, bagaimana ini?”, ujar Loro Jonggrang dalam hati. Ia mencari akal. Para dayang kerajaan disuruhnya berkumpul dan ditugaskan mengumpulkan jerami. “Cepat bakar semua jerami itu!” perintah Loro Jonggrang. Sebagian dayang lainnya disuruhnya menumbuk lesung. Dung… dung…dung! Semburat warna merah memancar ke langit dengan diiringi suara hiruk pikuk, sehingga mirip seperti fajar yang menyingsing.

Pasukan jin mengira fajar sudah menyingsing. “Wah, matahari akan terbit!” seru jin. “Kita harus segera pergi sebelum tubuh kita dihanguskan matahari,” sambung jin yang lain. Para jin tersebut berhamburan pergi meninggalkan tempat itu. Bandung Bondowoso sempat heran melihat kepanikan pasukan jin.

Paginya, Bandung Bondowoso mengajak Loro Jonggrang ke tempat candi. “Candi yang kau minta sudah berdiri!”. Loro Jonggrang segera menghitung jumlah candi itu. Ternyata jumlahnya hanya 999 buah!. “Jumlahnya kurang satu!” seru Loro Jonggrang. “Berarti tuan telah gagal memenuhi syarat yang saya ajukan”. Bandung Bondowoso terkejut mengetahui kekurangan itu. Ia menjadi sangat murka. “Tidak mungkin…”, kata Bondowoso sambil menatap tajam pada Loro Jonggrang. “Kalau begitu kau saja yang melengkapinya!” katanya sambil mengarahkan jarinya pada Loro Jonggrang. Ajaib! Loro Jonggrang langsung berubah menjadi patung batu. Sampai saat ini candi-candi tersebut masih ada dan disebut Candi Loro Jonggrang. Karena terletak di wilayah Prambanan, Jawa Tengah, Candi Loro Jonggrang dikenal sebagai Candi Prambanan

Selasa, 06 Juli 2010

SEJARAH ISLAM DI INDONESIA

SEJARAH ISLAM DI INDONESIA

Pada tahun 30 Hijri atau 651 Masehi, hanya berselang sekitar 20 tahun dari wafatnya Rasulullah SAW, Khalifah Utsman ibn Affan RA mengirim delegasi ke Cina untuk memperkenalkan Daulah Islam yang belum lama berdiri. Dalam perjalanan yang memakan waktu empat tahun ini, para utusan Utsman ternyata sempat singgah di Kepulauan Nusantara. Beberapa tahun kemudian, tepatnya tahun 674 M, Dinasti Umayyah telah mendirikan pangkalan dagang di pantai barat Sumatera. Inilah perkenalan pertama penduduk Indonesia dengan Islam. Sejak itu para pelaut dan pedagang Muslim terus berdatangan, abad demi abad. Mereka membeli hasil bumi dari negeri nan hijau ini sambil berdakwah.

Lambat laun penduduk pribumi mulai memeluk Islam meskipun belum secara besar-besaran. Aceh, daerah paling barat dari Kepulauan Nusantara, adalah yang pertama sekali menerima agama Islam. Bahkan di Acehlah kerajaan Islam pertama di Indonesia berdiri, yakni Pasai. Berita dari Marcopolo menyebutkan bahwa pada saat persinggahannya di Pasai tahun 692 H / 1292 M, telah banyak orang Arab yang menyebarkan Islam. Begitu pula berita dari Ibnu Battuthah, pengembara Muslim dari Maghribi., yang ketika singgah di Aceh tahun 746 H / 1345 M menuliskan bahwa di Aceh telah tersebar mazhab Syafi'i. Adapun peninggalan tertua dari kaum Muslimin yang ditemukan di Indonesia terdapat di Gresik, Jawa Timur. Berupa komplek makam Islam, yang salah satu diantaranya adalah makam seorang Muslimah bernama Fathimah binti Maimun. Pada makamnya tertulis angka tahun 475 H / 1082 M, yaitu pada jaman Kerajaan Singasari. Diperkirakan makam-makam ini bukan dari penduduk asli, melainkan makam para pedagang Arab.

Sampai dengan abad ke-8 H / 14 M, belum ada pengislaman penduduk pribumi Nusantara secara besar-besaran. Baru pada abad ke-9 H / 14 M, penduduk pribumi memeluk Islam secara massal. Para pakar sejarah berpendapat bahwa masuk Islamnya penduduk Nusantara secara besar-besaran pada abad tersebut disebabkan saat itu kaum Muslimin sudah memiliki kekuatan politik yang berarti. Yaitu ditandai dengan berdirinya beberapa kerajaan bercorak Islam seperti Kerajaan Aceh Darussalam, Malaka, Demak, Cirebon, serta Ternate. Para penguasa kerajaan-kerajaan ini berdarah campuran, keturunan raja-raja pribumi pra Islam dan para pendatang Arab. Pesatnya Islamisasi pada abad ke-14 dan 15 M antara lain juga disebabkan oleh surutnya kekuatan dan pengaruh kerajaan-kerajaan Hindu / Budha di Nusantara seperti Majapahit, Sriwijaya dan Sunda. Thomas Arnold dalam The Preaching of Islam mengatakan bahwa kedatangan Islam bukanlah sebagai penakluk seperti halnya bangsa Portugis dan Spanyol. Islam datang ke Asia Tenggara dengan jalan damai, tidak dengan pedang, tidak dengan merebut kekuasaan politik. Islam masuk ke Nusantara dengan cara yang benar-benar menunjukkannya sebagai rahmatan lil'alamin.

Dengan masuk Islamnya penduduk pribumi Nusantara dan terbentuknya pemerintahan-pemerintahan Islam di berbagai daerah kepulauan ini, perdagangan dengan kaum Muslimin dari pusat dunia Islam menjadi semakin erat. Orang Arab yang bermigrasi ke Nusantara juga semakin banyak. Yang terbesar diantaranya adalah berasal dari Hadramaut, Yaman. Dalam Tarikh Hadramaut, migrasi ini bahkan dikatakan sebagai yang terbesar sepanjang sejarah Hadramaut. Namun setelah bangsa-bangsa Eropa Nasrani berdatangan dan dengan rakusnya menguasai daerah-demi daerah di Nusantara, hubungan dengan pusat dunia Islam seakan terputus. Terutama di abad ke 17 dan 18 Masehi. Penyebabnya, selain karena kaum Muslimin Nusantara disibukkan oleh perlawanan menentang penjajahan, juga karena berbagai peraturan yang diciptakan oleh kaum kolonialis. Setiap kali para penjajah - terutama Belanda - menundukkan kerajaan Islam di Nusantara, mereka pasti menyodorkan perjanjian yang isinya melarang kerajaan tersebut berhubungan dagang dengan dunia luar kecuali melalui mereka. Maka terputuslah hubungan ummat Islam Nusantara dengan ummat Islam dari bangsa-bangsa lain yang telah terjalin beratus-ratus tahun. Keinginan kaum kolonialis untuk menjauhkan ummat Islam Nusantara dengan akarnya, juga terlihat dari kebijakan mereka yang mempersulit pembauran antara orang Arab dengan pribumi.

Semenjak awal datangnya bangsa Eropa pada akhir abad ke-15 Masehi ke kepulauan subur makmur ini, memang sudah terlihat sifat rakus mereka untuk menguasai. Apalagi mereka mendapati kenyataan bahwa penduduk kepulauan ini telah memeluk Islam, agama seteru mereka, sehingga semangat Perang Salib pun selalu dibawa-bawa setiap kali mereka menundukkan suatu daerah. Dalam memerangi Islam mereka bekerja sama dengan kerajaan-kerajaan pribumi yang masih menganut Hindu / Budha. Satu contoh, untuk memutuskan jalur pelayaran kaum Muslimin, maka setelah menguasai Malaka pada tahun 1511, Portugis menjalin kerjasama dengan Kerajaan Sunda Pajajaran untuk membangun sebuah pangkalan di Sunda Kelapa. Namun maksud Portugis ini gagal total setelah pasukan gabungan Islam dari sepanjang pesisir utara Pulau Jawa bahu membahu menggempur mereka pada tahun 1527 M. Pertempuran besar yang bersejarah ini dipimpin oleh seorang putra Aceh berdarah Arab Gujarat, yaitu Fadhilah Khan Al-Pasai, yang lebih terkenal dengan gelarnya, Fathahillah. Sebelum menjadi orang penting di tiga kerajaan Islam Jawa, yakni Demak, Cirebon dan Banten, Fathahillah sempat berguru di Makkah. Bahkan ikut mempertahankan Makkah dari serbuan Turki Utsmani.

Kedatangan kaum kolonialis di satu sisi telah membangkitkan semangat jihad kaum muslimin Nusantara, namun di sisi lain membuat pendalaman akidah Islam tidak merata. Hanya kalangan pesantren (madrasah) saja yang mendalami keislaman, itupun biasanya terbatas pada mazhab Syafi'i. Sedangkan pada kaum Muslimin kebanyakan, terjadi percampuran akidah dengan tradisi pra Islam. Kalangan priyayi yang dekat dengan Belanda malah sudah terjangkiti gaya hidup Eropa. Kondisi seperti ini setidaknya masih terjadi hingga sekarang. Terlepas dari hal ini, ulama-ulama Nusantara adalah orang-orang yang gigih menentang penjajahan. Meskipun banyak diantara mereka yang berasal dari kalangan tarekat, namun justru kalangan tarekat inilah yang sering bangkit melawan penjajah. Dan meski pada akhirnya setiap perlawanan ini berhasil ditumpas dengan taktik licik, namun sejarah telah mencatat jutaan syuhada Nusantara yang gugur pada berbagai pertempuran melawan Belanda. Sejak perlawanan kerajaan-kerajaan Islam di abad 16 dan 17 seperti Malaka (Malaysia), Sulu (Filipina), Pasai, Banten, Sunda Kelapa, Makassar, Ternate, hingga perlawanan para ulama di abad 18 seperti Perang Cirebon (Bagus rangin), Perang Jawa (Diponegoro), Perang Padri (Imam Bonjol), dan Perang Aceh (Teuku Umar).

Sejarah Candi Borobudur

Sejarah mencatat Borobudur adalah candi terbesar yang pernah dibangun untuk penghormatan terhadap sang Budha. Bayangkan saja bangunannya mencapai 14.000m persegi dengan ketinggian hingga 35,29m. Sebuah prasasti Cri Kahuluan yang berasal dari abad IX (824 Masehi) yang diteliti oleh Prof Dr J.G. Casparis, mengungkap silsilah tiga Wangsa Syailendra yang berturut-turut berkuasa pada masa itu, yakni Raja Indra, Putranya Samaratungga. Kemudian, putrinya yang bernama Samaratungga Pramodawardhani.

Pada masa Raja Samaratungga inilah mulainya dibangun candi yang bernama: Bhumisan-Bharabudhara, yang diduga berarti timbunan tanah, bukit atau tingkat-tingkat bangunan yang diidentikan dengan sebutan vihara kamulan Bhumisambharabudhara, yang mempunyai arti sebuah vihara nenek moyang dan Dinasti Syailendra di daerah perbukitan.

Letak candi ini memang diatas perbukitan yang terletak di Desa Borobudur, Mungkid, Magelang atau 42 km sebelah laut kota Yogyakarta. Dikelilingi Bukit Manoreh yang membujur dari arah timur ke barat. Sementara di sebelah timur terdapat Gunung Merapi dan Merbau, serta disebelah barat ada Gunumg Sindoro dan Gunung Sumbing.

Dibutuhkan tak kurang dari 2 juta balok batu andesit atau setara dengan 50.000m persegi untuk membangun Candi Borobudur ini. Berat keseluruhan candi mencapai 3,5 juta ton. Seperti umumnya bangunan candi, Bororbudur memiliki 3 bagian bangunan, yaitu kaki, badan dan atas. Bangunan kaki disebut Kamadhatu, yang menceritakan tentang kesadaran yang dipenuhi dengan hawa nafsu dan sifat-sifat kebinatangan. Kemudian Ruphadatu, yang bermakna sebuah tingkatan kesadaran manusia yang masih terikat hawa nafsu, materi dan bentuk. Sedangkan Aruphadatu yang tak lagi terikat hawa nafsu, materi dan bentuk digambarkan dalam bentuk stupa induk yang kosong. Hal ini hanya dapat dicapai dengan keinginan dan kekosongan.

Tatto metal